Monday, 11 April 2016

PENEGERTIAN BERSUCI DAN CARA BERSUCI


  a.Thaharah
 Thaharah (bersuci),dalam hukum  islam,soal  bersuci dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting,terutama karena diantara syarat-syarat salat telah di tetepkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan,pakaian,dan tempatnya dari najis
Perihal  bersuci meliputi beberapa perkara  brikut:
a.       Alat bersuci seperti air,tanah,dan sebagainya.
b.      Kaifiat (cara) bersuci
c.       Macam dan jenis-jenis najis yang  perlu di sucikan
d.      Benda yang wajib di sucikan
e.      Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci

Macam-macam air dan pembagiannya
1.       Air yang suci lagi menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah  di pakai untuk menyucikan (membersihkan) benda  yang  lain.yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi masih tetep (belum  berubah) keadaan nya ,seperti air hujan ,air es n yang sudah hancur kembali, air laut ,air sumur,air embun, dan air keluar dari mata air .
Firman allah Swt  Dalam Surat Al Anfal; 11   YANG ARTINYA

‘’Dan allah munurunkan kepadamu hujan dari langit untu menyucikan  kamu denganal hujan itu  ‘’(Al-Anfal;11)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifat nya ‘’suci menyucikan ‘’-walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dan semua sifat nya yang tiga(warna, rasa, dan baunya)-adalah sebagai berikut:
a.       Perubahan karena tempatnya,seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belereng.
b.      Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
c.       Brubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah di sebabkan ikan atau kiambang.
d.      Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air itu.
2.        Ai r suci ,tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah di pakai  untuk menyucikan sesuatu .yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air,yaitu
a.       Air telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur  denga suatu  benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas  seperti air kopi, dan sebagainya
b.      Air sedikit, kurang dari dua kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c.       Air pohon – pohonan kayu (air nira), seperti air yang keluar dari tekukun pohon kayu (air nira), air      kelapa, dan sebagainya.

3.       Air yang bernajis
  Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
a.       Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh di pakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b.      Air bernajis, tetapi  tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit- kurang dari dua kulah –tidak boleh di pakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis.
Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau lebih , hukumnya tetap suci dan menyucikan.

4.       Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perah. Air ini makruh di pakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat bukan yang  bejana yang mungkin berkarat.
                  Sabda rasulullah Saw.:  yang Artinya:
 Dari insyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka rasulullah Saw. Berkata kepadanya,  ‘’Janganlah engkau berbuat demikian, Ya aisyah. Sesungguhnya air yang di jemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.’’(Riwayat Baihaqi)

 Kaifiat (cara) mencuci benda yang kena najis
Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih dahulu akan di terangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagia:
1.       Najis mugallazah (tebal) yaitu najis anjing, benda yang terkena najis  ini hendaklah di basuhkan tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah di basuh air yang di campur dengan tanah.
                   Sabda Rasulullah Saw.:


‘’Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila di jilat anjing, hendaklah di basuh tujuh kali,                    salah satunya hendak lah di campur dengan tanah.’’(Riwayat Muslim)
2.       Najis mukhaffafah (ringan) misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah di basuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagimana mencuci kencing orang dewasa.

3.       Najis mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari pada kedua macam yang tersebut di atas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian:
a.       Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mencuci air di atas benda yang  kena itu.
b.       Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya kecuali warna atau bau yang sangat   sukar menghilangkannya, sifat ini di maafkan. Cara mencuci najis ini hendak lah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’ dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu atau lainnya, kemudian dengan air.
               Sabda Rasulullah Saw.:
Artinya:
 Sulaiman berkata, ‘’Rasulullah Saw. Telah melarang kita beristinja’ dengan batu kurang dari tiga,  ‘’(Riwayat Muslim)
Dalam hadis ini di sebutkan tiga batu, berarti tiga buah batu atau satu batu bersegi tiga. Yang di maksud dengan batu di sini ialah setiap benda yang keras, suci, dan kesat, seperti kayu, tembikar, dan sebagainya. Adapun benda yang licin –seperti kaca-tidak sah di pakai istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis. Demikian pula benda yang di hormati, seperti makanan dan sebagainya, karena mubazir.
         Syarat istinja’ dengan batu dan yang sejenisnya, hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat  keluarnya, Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu, tetapi wajib dengan air. 

No comments:

Post a Comment